Rabu, 01 Desember 2010

Matahari Untuk Tiara

Melihat matahari terbenam di bibir pantai yang landai adalah saat-saat romantis yang banyak dimanfaatkan oleh para pemuda-pemudi yang sedang dimabuk asmara. Saling menatap penuh cinta dan berbicara dengan bahasa-bahasa cinta yang tidak lain dan tidak bukan adalah bahasa para sang buaya darat. Hha. Jika kita berada di posisi seperti itu memang akan terasa sangat indah namun jika kita hanya bisa melihatnya, hal tersebut malah menjadi hal paling menyebalkan. Itulah yang dialami seorang gadis cantik berjilbab abu-abu bernama Tiara.
Tiara sedang berada di pantai kuta, tepatnya ia sedang duduk diatas pasir-pasir yang terlihat mengkilap karena terpaan sinar matahari senja. Langit sebentar lagi gelap namun Tiara enggan beranjak dari sana. Hatinya masih ingin disana, menikmati suasana sore yang indah dan juga sunyi. Tentu saja sunyi karena Tiara tidak pergi ke Bali pada waktu liburan. Kalau ia datang saat liburan tiba bisa dipastikan pantai tersebut akan dipenuhi para bule-bule yang bertelanjang untuk membakar diri, katanya sih untuk mendapatkan kulit berwarna cokelat yang eksotis.
Kesunyian seperti ini selalu memaksa Tiara untuk mengingat kejadian-kejadian yang baru saja dialaminya. Kejadian yang membuat Tiara limbung. Kejadian yang mampu menghancurkan harapan Tiara untuk kedua kalinya.
“Seharusnya sekarang gue udah nikah.” Suara Tiara terdengar sendu. Matanya kembali berkaca-kaca mengingat kejadian tiga bulan yang lalu.
“Tiara, aku minta maaf. Kamu tau kan? Abi baru meninggal?! Dan sekarang umi di Arab sendiri. Oleh karena itu aku harus terbang ke Arab dan membantu umi untuk mengurus bisnis keluarga. Aku enggak tega ninggalin umi sendiri disana. Lagian izin usahanya masih panjang. Maaf Tiara, mungkin pernikahan ini harus ditunda atau mungkin malah harus dibatalkan.” Andri berbicara pelan sekali. Tiara tau, Andri takut ia terluka.
Tiara menatap Andri sebentar lalu menunduk kembali. Sekarang ia tau, kalau ia mulai mencintai Andri. Namun sayangnya ia baru menyadari ketika Andri akan pergi.
“Ra, aku tau kok. Dulu, sewaktu kita dijodohkan, hati kamu masih milik Alfa. Dulu, sewaktu kamu menerima lamaran dari keluarga aku, aku juga tau kamu menerima hal tersebut karena kamu ingin melupakan Alfa. Aku tau itu Ra. Aku tau kamu sudah mencintai Alfa sejak kamu kelas satu SMA.” Andri memilih untuk memandang laut yang berwarna jingga daripada memandang Tiara. Gadis yang diam-diam dicintainya sejak dulu.
“Kamu tau itu?” Tiara agaknya sedikit terperanjat dengan ucapan Andri barusan.
“Hmm..” Andri hanya mengangguk singkat. Tiara tidak bisa melihat ekspresi Andri karena Andri membelakangi dirinya.
“Dri…” Tiara baru akan berbicara ketika Andri memotong kalimatnya.
“Enggak papa Ra. Aku sudah cukup senang kok karena kamu mau menerima perjodohan itu. Aku enggak tau sampai kapan aku di Arab. Mungkin setahun, dua tahun, atau mungkin aku enggak akan balik lagi. Oleh karena itu, aku akan membebaskan kamu. Kalau nanti ketika aku pergi, ada laki-laki yang mau meminang kamu dan kalau kamu juga menyukai laki-laki tersebut kamu boleh menerimanya. Sekali lagi maafkan aku Tiara.” Setelah itu, Andri pergi begitu saja dari hadapan Tiara. Itulah terakhir kali Tiara berbicara dengan Andri.
Tiara tidak pernah menyangka, kalau pada akhrinya ia bisa mencintai Andri. Padahal kalau diingat-ingat, waktu Andri dan ia masih satu SMA, Tiara benar-benar membenci laki-laki itu. Andri itu orangnya ribet banget udah gitu mukanya juga datar. Kadang-kadang suka enggak jelas dan sok tau. Kalau Tiara ngobrol dengan Andri bawaannya pengen marah-marah terus. Tiara masih ingat ketika ia menjadi panitia sebuah acara. Tiara adalah bendahara dan Andri adalah ketua. Tiara benar-benar gondok karena pemasukan tidak sesuai dengan pengeluaran. Malah terjadi devisit yang cukup besar. Tiara terpaksa memakai uangnya untuk menutupi kekurangan yang ada dan sewaktu ia menelpon Andri untuk konfirmasi tentang hal tersebut dengan entengnya Andri menjawab.
“Ya udah, nanti ane mintain ke alumni-alumni yang belom bayar. Nah kalo entar uangnya kagak cukup juga, ntar ane ganti tapi kalo ane udah punya rezeki tapi kalau ane belom punya rezeki yaudah anti ikhlasin ajah.” Nah gondok enggak sih kalo digituin?! Rasanya kalo si Andri ada dihadapan Tiara, pasti udah dijambak-jambak tuh si Andri. Sok banget deh. Sebenernya Tiara enggak keberatan si kalo harus pake duitnya dulu, tapi masalahnya devisitnya banyak banget. Bayangin devisitnya bisa buat makan bakso di kantin selama dua minggu penuh. Jelas bahwa Tiara sebal setengah mati dengan laki-laki bernama M. Andriansyah.
Sejak lulus SMA, Tiara sudah tidak pernah bertemu dengan Andri. Andri kuliah di IPB jurusan Management sedangkan Tiara kuliah di sastra Arab UI. Jelas mereka tidak pernah bertemu apalagi mengingat mereka bukan teman dekat. Namun Tiara bagai disambar petir ditengah teriknya matahari ketika keluarga Andri datang ke rumahnya untuk meminangnya dan Tiara lebih shock lagi ketika orang tuanya mengatakan kalau Tiara dan Andri telah dijodohkan sejak mereka masih SMA. Tiara tidak bisa menjawabnya. Tiara tidak tau harus menjawab apa karena dihatinya masih ada Alfa. Alfa yang baru saja pergi ke Sudan untuk melanjutkan kuliah. Alfa yang pergi begitu saja tanpa pamit.
Entah setan apa yang merasuki Tiara, karena pada akhirnya Tiara mengangguk setuju. Proses pendekatan Tiara dan Andri pun bisa dibilang sukses. Saat proses pendekatan tersebut Tiara lebih mengenal sosok Andri. Andri yang ternyata perhatian dan juga baik hati. Andri yang walaupun terkadang menyebalkan namun bisa menjadi teman curhat yang bisa diandalkan. Andri adalah orang yang sangat bertanggung jawab. Itulah yang disukai Tiara.
Enam bulan setelah hari lamaran tersebut, rencananya Tiara dan Andri akan menikah. Mereka akan menikah di Solo karena orang tua Tiara sudah pindah kesana. Namun itu hanya sebatas rencana karena pada akhirnya pernikahan tersebut harus dibatalkan. Saat meminang Tiara dulu, kedua orang tua Andri rela terbang dari Arab ke Indonesia. Sejak Andri kecil, orang tua Andri memang tinggal di Arab karena mereka mempunyai usaha ketering disana. Andri sendiri tinggal di Indonesia bersama bibinya. Tiga bulan setelah hari lamaran tersebut, ayah Andri meninggal dunia akibat serangan jantung. Ayah Andri dimakamkan disana dan bukan di Indonesia hal tersebut karena jika ayah Andri ingin dimakankan di Indonesia, biayanya sangat mahal. Jadi lebih baik dimakamkan disana. Di rumah Allah.
Ibu Andri sendiri tidak mau pulang ke Indonesia dan tetap memilih tinggal di Arab. Sehingga Andri harus terbang ke Arab dan membantu sang ibu.
“Ra, kenapa masih disini? Balik ke hotel yuk. Udah magrib tau. Enggak baik buat cewek kalau magrib-magrib masih diluar.” Suara ceria milik seorang gadis berambut panjang membuyarkan lamunan Tiara. Tiara menoleh dan mendapati sahabatnya sedang memandangnya dengan senyum cerianya seperti biasa.
“Gue masih mau disini Ta.” Jawab Tiara yang kembali memusatkan pandangannya kearah pantai yang sekarang mulai gelap.
“Terserah deh.” Gadis yang dipanggil Ta oleh Tiara ikut-ikutan duduk disamping Tiara.
“Masih mikirin Andri ya?” Tanya gadis tersebut hati-hati. “Udahlah jangan sedih gitu. Kalo jodoh enggak kemana kok.” Gadis tersebut berusaha menghibur Tiara. Tiara tau itu. “Nih ya, contohnya gue. Dulu, gue kan cinta banget sama Arvin tapi setelah lulus SMA, Arvin pindah keluar negeri. Gue pikir gue enggak bakal ketemu sama Arvin lagi. Lo tau enggak kenapa gue mikir begitu?” Tanya gadis itu sambil memandang Tiara. Tiara hanya geleng-geleng kepala. “Karena menurut gue, kalau ada satu hal yang paling enggak mungkin di dunia ini yaitu gue bisa ketemu Arvin lagi dan berjodoh dengan dia. Tapi apa? Takdir berkata lain kan? Takdir malah mempertemukan gue dengan dia dengan cara yang begitu indah.” Gadis tersebut tersenyum. Tiara tau ada ketulusan dari senyum sahabatnya yang satu itu. “Jadi elo jangan sedih gitu. Tetep semangat dong! Tuhan pasti punya rencana buat elo. Pasti akan ada hal indah setelah ini. Mungkin aja Tuhan sedang menyiapkan kado terindah buat lo. Ayo dong semangat. Senyum. Kayak gue.” Tiara tersenyum ketika melihat tingkah dan senyum konyol sahabatnya tersebut.
“Tita….Tita….” Tiara hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia bingung kenapa bisa dapet temen seajaib Tita. Tita itu emang rada-rada orangnya beda banget sama Tiara yang rada kalem. Tapi sebenernya Tita itu kalem orangnya. Itu kesan pertama yang bisa dilihat saat melihat Tita tapi kalo udah kenal deket. Bbbeeuuuuhhh…. Orangnya jail banget, suka narsis enggak jelas plus orangnya suka ketawa enggak jelas juga. Enggak ada kalem-kalemnya deh.
Seminggu setelah pulang dari Bali, Tiara dapat kabar kalau dua minggu lagi Andri akan menikah di Turki. Andri akan menikah dengan teman kuliahnya yang sekarang kerja di KBRI yang berada Turki. Perasaan Tiara makin remuk. Tiara tidak pernah menyangka kalau Andri bisa menemukan penggantinya secepat itu.

“Ra, boleh enggak gue nanya?” Tita sedang berada di rumah Tiara.
Tiara mengangkat wajahnya sedikit dari majalah yang sedang dibacanya. “Mau nanya apaan?” Jawab Tiara acuh tak acuh.
“Elo masih ada perasaan enggak sama Alfa?” Tita bertanya dengan wajah datar.
“Kenapa?” Aduh kayaknya Tiara lagi dalam mood jeleknya deh. Keluh Tita dalam hati. Abisnya jawaban Tiara sedikit ketus. Hhuufftt…
“Gue kan Cuma mau nanya. Dulu kan elo bilang sama gue kalo elo sayang banget sama Alfa dan elo benci setengah mati sama Andri. Sekarang, elo malah jatuh cinta sama Andri. Kena karma tuh namanya. Nah sekarang gue mau nanya, elo masih ada rasa enggak sama Alfa? Atau elo masih ada rasa sama Andri?” Tita berbicara panjang lebar dan menopangkan dagunya. Wajahnya serius menatap Tiara.
“Yee… Gue kan kena karma juga gara-gara elo tau. Abisnya elo sering banget ngeledekin gue sama tuh anak.” Tiara ngeles kayak bajaj. Tita tau itu soalnya Tiara enggak mau jawab pertanyaannya.
“Ah terserah. Gue Cuma mau elo jawab pertanyaan gue. Tinggal jawab doang apa susahnya coba?!” Tita mulai terlihat jengkel. Tiara ni susah banget sih kalo disuruh jujur. Ketularan Tita kali ya, yang paling gengsi mengungangkapkan perasaan terdalamnya.
Tiara diam beberapa saat. Seperti sedang berpikir. “Masih.” Kata-kata itu akhirnya keluar dari bibir Tiara.
Mendengar jawaban Tiara yang singkat, Tita hanya bisa manggut-manggut kayak badut ancol.
“Gue emang mulai mencintai Andri, tapi kalo boleh jujur masih ada rasa sayang untuk Alfa.” Tiara memandang Tita dan melihat sahabatnya mengerutkan kening sambil menatap kearah televisi yang dinyalakan. Kalau Tiara tidak salah lihat ada segurat senyum di bibir Tita, senyum misterius.

“Ra, ngapain lo disini? Tumben banget ke rumah gue.” Tita berlari menuju pintu gerbang dan membukakannya untuk Tiara. “Masuk yuk.” Tita menggandeng Tiara masuk kedalam rumahnya yang terlihat asri.
“Ta” Panggil Tiara pelan ketika mereka sudah ada di ruang tamu Tita.
“Apa?”
“Alfa mau tunangan.” Kata itu terucap pelan tapi Tita masih bisa mendengarnya dengan jelas. “Lusa, dia mau tunangan.” Kini suara Tiara berubah lirih. Air mata sudah membasahi matanya.
“Wah selamat ya. Ciee…. Sekarang tak ada Andri, Alfa pun jadi.” Goda Tita. Setelah berkata seperti itu, wajah Tiara malah semakin mendung. Kayaknya bakal hujan deras nih. Abisnya mukanya Tiara gelap banget. Kelabu. “Lha, kok lo malah sedih sih? Bukannya ini yang elo harapin dari dulu. Nikah sama Alfa. Waktu SMA kan elo semangat banget tuh kalo ngomongin Alfa sampe kayak orang gila. Nah sekarang giliran elo udah mau tunangan sama dia, elo malah sedih begini. Jangan bilang ya kalo elo masih ngarepin Andri balik lagi kesini!” Tita memandang Tiara. Wajah Tita terlihat polos. Oh iya, seminggu yang lalu Alfa balik dari Sudan. Tiara tidak sengaja bertemu dengan Alfa saat ia sedang berada di Masjid dekat rumah Alfa. Tiara yang rutin kesana sangat kaget ketika melihat Alfa juga berada disana. Saat itu Alfa sedang berbicara dengan seseorang. Seorang gadis tepatnya.
Tiara tersenyum getir. “Iya gue emang berharap bisa nikah sama dia tapi bukan gue yang dia pilih buat jadi pendamping hidupnya. Kemaren dia bilang kalo dia mau tunangan dengan seseorang yang udah lama dia cinta. Malang ya nasib gue?! Andri pergi ninggalin gue dan sekarang saat Alfa udah balik, dia malah mau tunangan sama cewek lain.”
Tita tidak bersuara selama beberapa detik. Wajah Tita terlihat sedih atau tidak tega tepatnya. Siapa sih yang tega melihat sahabatnya sedih seperti itu.
“Udahlah jangan sedih. Jodoh enggak kemana Ra.” Tita merangkul sahabatnya tersebut.
“Terus elo mau dateng ke sana enggak?” Tanya Tita lagi-lagi dengan wajah polos. Ampun deh si Tita, wajahnya polos banget.
“Enggak tau. Gue takut enggak kuat Ta. Gue enggak tau apa gue sanggup ngeliat Alfa tunangan sama gadis lain.” Tiara memandang ujung-ujung kukunya.
“Gue tau elo sakit. Tapi gue pikir elo harus dateng kesana Ra. Setidaknya elo menyaksikan sendiri kalau Alfa tunangan sama orang lain. Jadinya elo enggak terus berharap. Elo pasti kuat. Elo kan sahabat gue yang paling kuat. Iya enggak?” Tita nyengir. “Udah jangan nangis ah. Elo tuh harus kuat Ra. Kayak gue nih. Tita si Wonder woman.” Tita tertawa keras. Tita emang kadang-kadang sok bilang semuanya bakal baik-baik aja padahal waktu di SMA dulu, waktu Arvin bawain kue buat cewek lain (cewek yang tergila-gila dengan si Arvin) Tita udah mewek. Sekarang masih bisa bilang begitu?!

Hari yang dinanti pun datang. Hari paling berat untuk Tiara. Tiara berjalan dengan kaki diseret. Langkahnya berat banget kayak lagi mikul berton-ton besi dipundaknya.
Tadi malam, Tiara enggak bisa tidur jadi matanya rada cekung dan ada lingkaran hitam dibawah matanya. Sebenarnya Tiara mau banget curhat sama Tita, tapi HP Tita mati. Enggak bisa dihubungin. Tiara jengkel banget. Padahal dia lagi butuh temen ngobrol.
Tiara mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Pertunangan Alfa diadakan di bibir pantai tepat didepan sebuah hotel mewah. Sea party mungkin. Ah tapi Tiara kan enggak suka sama hal-hal yang berbau pesta-pesta seperti itu. Ini ajah terpaksa karena kemarin Alfa memintanya datang. Katanya kurang afdal kalo acaranya enggak disaksikan sama Tiara. Ya iyalah, secara Alfa kan udah nganggep Tiara kayak adiknya sendiri.
Tiara sampai di sebuah pantai di pinggiran Jakarta. Tiara memarkir mobilnya dan berjalan menyusuri pantai. “Kenapa pestanya diadain sore-sere sih?” gerutu Tiara. Masalahnya sekarang udah mau magrib. Enggak lucu banget coba ngadain pesta pertunangan hampir jam setengah enam kayak gini.
“Tiara, kamu datang?” Alfa menghampiri Tiara. Tiara memandang Alfa sekilas lalu menunduk. Tiara sadar hatinya bergejolak menahan perasaannya sendiri. Alfa terlihat sangat tampan dengan kemeja warna putih dan dibalut sebuah jas berwarna biru tua serta sebuah dasi yang berwarna senada. Kaca mata dengan bingkai berwarna hitam juga menambah ketampanannya. Alfa terlihat sangat gagah dan juga berwibawa.
“Sebentar lagi acaranya dimulai. Kamu ikut aku yuk. Aku mau kamu berdiri disamping tunangan aku.” Alfa menggiring Tiara menuju bibir pantai. Disana sudah ada beberapa orang. “Yang hadir Cuma keluarga deket ajah.” Ucap Alfa seakan menjawab pertanyaan Tiara ketika melihat sedikitnya tamu undangan.
Tiara memandang Alfa dari samping. Alfa terlihat sangat bahagia. Kontras sekali dengan Tiara yang sedih tak terkira.
“Oke semuanya. Hari ini adalah hari paling bersejarah untuk saya. Hari ini saya akan bertunangan dengan gadis yang diam-diam sudah saya rencanakan untuk menjadi pendamping hidup saya kelak. Gadis tersebut telah merebut perhatian saya sejak awal. Ia adalah gadis yang sholihah dan juga baik hati. Saya hanya ingin ia tau, saya tulus mencintai dia dan saya benar-benar ingin dia menjadi bagian dari setiap lembar sejarah hidup saya.” Alfa berbicara lantang. Suaranya berat dan dalam. Tiara menunduk. Air matanya sudah berada dipelupuk mata namun ia berusaha menahannya. Tiara berdiri disamping seorang gadis cantik yang menggunakan sebuah gaun berwarna biru gelap dengan kerudung berwarna putih bersih. Gadis tersebut sangat cantik dan pastinya cocok sekali untuk bersanding dengan Alfa. Tiara tidak memperhatikan sekelilingnya.
“Nufi.” Panggil Alfa. Nufi adalah panggilan khusus dari Alfa untuk Tiara.
“Hmm?” Tiara memandang mata Alfa sekilas lalu kembali menunduk.
“Maukah Nufi menjadi pendamping hidup kakak?” Alfa membuka sebuah kotak cincin beludru berwarna biru langit dan didalamnya ada sebuah cincin berwarna putih dengan batu safir yang sangat indah.
“Apa?” Tiara terlihat bingung. Lho? Dia enggak salah dengar kan? Atau dia lagi mimpi kali ya?
“Gadis yang aku pilih adalah Nufi. Gadis yang kakak cintai sejak dulu adalah Nufi.” Alfa berbicara dengan senyuman dibibirnya.
“Tapi?” Tiara masih tidak mengerti.
“Gini Ra, Alfa tuh pengen elo yang jadi pendampingnya. Dia pengen elo jadi istrinya. Dan pertunangan ini hanya rekayasa dan yang berdiri disamping elo itu bukan tunangannya Alfa melainkan sepupunya Alfa yang baru dateng dari Sudan.” Tita tiba-tiba sudah ada disamping Tiara.
“Hha?” Tiara masih bingung. “Jadi elo udah tau semua ini Ta?” Tanya Tiara.
Tita hanya tersenyum salah tingkah. “Tita…. Elo tuh jahat banget sih. Sahabat macem apa lo?” Tiara terlihat jengkel.
“Hehehe…. Biarin. Bikin elo nangis dikit boleh dong? Itu kan artinya elo bener-bener masih sayang sama Alfa. Yang jelas kan akhirnya semua harapan elo terkabul. Malah seharusnya elo berterima kasih tau sama gue. Semua ini kan gue yang ngerancang.” Tita tersenyum bangga.
“Nufi, kamu mau kan menjadi pendamping kakak?” Tanya Alfa lagi.
Tiara memandang Alfa sejenak. Ia masih tidak percaya. Mungkin ini adalah hadiah dari Tuhan untuknya. “Nufi mau kok Kak.” Tiara tersenyum.
“Eh lo bedua jangan pelukan ya! Belom muhrim.” Tita membuyarkan suasana romantis diantara Tiara dan juga Alfa.
“Ye… gue bukan elo.” Seru Tiara sewot. Dasar pengganggu.
“Lha kenapa gue?” Tita terlihat bingung.
“Ye, elo sama Arvin tuh yang suka pelukan. Emangnya gue enggak liat?!.” Tiara menatap Tita yang tersipu malu.
“Hehehe… Waktu itu kan gue lagi sedih Ra. Udah ah gue enggak mau ganggu elo berdua. Tapi inget ya! Jangan peluk-pelukan. Belom halal. Eh awas jangan berduan, ntar yang ketiganya setan lho.” Seru Tita seraya meninggalkan Tiara dan Alfa.
Tiara Cuma menggeleng-geleng saja melihat tingkah temannya tersebut. Tiara dan Alfa melihat matahari terbenam.
Mereka melihat Sunset di bibir pantai. Angin pantai berhembus menerpa wajah Tiara.
“Andri udah cerita sama kakak tentang semuanya. Dia juga minta maaf. Dan dia titip ini buat Nufi. Sehari sebelum kakak balik ke sini. Andri dateng ke rumah kakak di Sudan dan langsung memberikan ini. Katanya Nufi harus baca ini ketika matahari terbenam.” Alfa menyerahkan sebuah surat berwarna orange.
Nufi membukanya perlahan lalu membacanya.

Saat matahari terbenam maka kamu akan menemukan kebahagiaan kamu. Ketika matahari sudah tidak lagi bersinar maka bintang akan menyambut kamu dan menerangi malam-malam kamu. Anggap saja ini hadiah dari sunset yang sangat mencintai kamu. Sunset yang rela memberikan cahaya terakhirnya untuk orang yang disayanginya. Anggap saja ini adalah hadiah terakhirku untuk kamu. Teruslah tersenyum dan berjalanlah bersama Alfa menuju kebahagiaan yang kekal.

The Latest Sunset

Tanpa terasa air matanya mengalir. Ia tahu Andri benar-benar menyayanginya. Tiara benar-benar terharu. Tiara tau itu sangat berat untuk Andri. Andri dan Alfa memang bersahabat dan sekarang Andri harus merelakan Tiara untuk sahabatnya. Jujur Tiara bangga pernah mengenal Andri.
“Lho kok nangis? Jangan nangis dong. Jelek tau.” Ucap Alfa sambil tersenyum.
Tiara memandang laki-laki dihadapannya lalu tersenyum bahagia.
“Nufi nangis karena terharu dan bahagia kok Kak. Nufi bahagia karena akhirnya Nufi bisa menemukan kebahagiaan yang sudah Nufi idamkan sejak dulu, kebahagiaan di ujung senja.” Tiara berbicara sambil menatap matahari senja didepannya. Kini ia tau mungkin ini adalah hadiah yang Tuhan siapkan untuknya.

Jumat, 18 Desember 2009

sahabatku



sahabat, semoga kita bisa bersahabat sampai ajal memisahkan.

Jumat, 27 November 2009

Dia

Kenapa ya gue enggak pernah bisa mengartikan setiap tatapannya.
Kenapa gue enggak pernah bisa ngobrol sama dia dengan lancar.
Kenapa?
Gue cuma mau ngobrol sama dia.
Gue cuma mau bercanda sama dia tanpa ada sesuatu yang menghalangi kita.
Gue cuma mau itu.
Gue cuma mau akrab sama dia.
Hanya itu.
Hanya itu tapi kenapa enggak bisa

Ketika Mereka Semua Sangat Berarti

Aku tidak pernah menyangka.
Aku tidak pernah mengira.
Aku bahkan tidak pernah sekalipun berpikir.
Berpikir kalau mereka,keluargaku,sangat berarti buatku.
Aku rela mengorbankan apapun.
Apapun.
Agar aku bisa berkumpul dengan mereka.
Bercanda
Tertawa
Gembira
Saling ngeledek
Saling mentertawakan
Saling bertukar pikiran
aku ingin semuanya terulang.
Aku ingin mengabadikan semuanya dalam sebuah album yang akan kuberi nama
'keluarga impian'
aku sayang mereka semua.
Aku cinta mereka semua
kemarin, hari ini, esok, bahkan selamanya.
Mereka yang selalu membuatku tertawa,
mereka juga yang bisa membuatku melupakan penat,
bahkan mereka juga yang bisa membuatku bangkit dari keterpurukan masa lalu.
Terutama dia.
Dialah semangatku.
Dialah cinta sejatiku.
Walau aku dan dia hanya bisa menjadi seorang kakak dan adik sepupu.
Tapi aku bahagia.
Dia, terima kasih atas segalanya.
Terima kasih karena kau rela menyisihkan sedikit waktu untuk sepupumu ini.
Terima kasih atas semua kenangan indah yang telah kau ukir didalam benak dan hatiku.
Terima kasih atas canda dan tawa yang kau isi dalam setiap nafasku.
Terima kasih kakak tersayangku.
Yang akan kusayangi sampai kapanpun.
Kakak yang paling baik seantero dunia ini.
Thanks for you all.
I LOVE YOU ALL.

Jumat, 20 November 2009

Jembatan persahabatan

Sahabat itu tidak pernah meninggalkan sahabatnya yang lain.
Apalagi disaat sahabatnya mendapatkan musibah.
Sahabat itu tidak pernah melarang sahabatnya tuk melakukan sesuatu.
Namun jika sahabat melarang kita, itu untuk kebaikan kita.
Dan.
Sahabat itu tidak akan pernah menjauhi kita.
Kecuali
kita lah yang menjauhinya.
Seperti saat ini,
ketika jarak telah memisahkan kita.
Ketika telah terbentang jurang yang luas dan dalam.
Namun jurang tersebut masih bisa kita lewati.
Melewatinya dengan satu cara
yaitu
dengan jembatan yang beralaskan
PERSAHABATAN, KEPERCAYAAN serta KASIH SAYANG diantara kita semua.

Sahabat ayo kita bangun bersama jembatan itu,
agar persahabatan kita bisa abadi.

I LOVE YOU ALL!!

Kamis, 12 November 2009

Sahabat Yang Hilang


maaf sahabat.. kedua tanganku tak mampu menghapus kegalauan hatimu.. maaf sahabat.. pundakku tak mampu menopang kepalamu yang tetunduk sendu.. maaf sahabat.. hadirku tak mampu membantu dirimu terlupa untuk merindunya..

kehilangan hanyalah sebuah belok ke kanan dari sebuah jalan lurus yang terhalang.. kamu hanya perlu sedikit berjalan lebih jauh.. dan di sana pasti ada kami.. para sahabatmu yang selalu menemanimu..

sampai pada akhirnya kamu tiba pada tujuan akhirmu.. dan percayalah sahabat.. tujuan akhirmu itu akan datang dalam bentuk jauh lebih indah dari yang kamu tangisi hari ini..

Tuhan tidak buta akan kesedihan makhlukNya..